Selasa, 01 Februari 2011

Batamat AL-QUR'AN

Dalam budaya banjar (banjar: nama suku di Kalimantan Selatan), seorang anak mulai mengaji pada umur 6 sampai 7 tahun, dan kebiasaan anak sudah menamatkan Al-Qur’an pada usia sekitar 9 sampai 12 tahun. Mereka malu apabila peristiwa itu terjadi pada umur yang lebih tua. Pada berbagai tingkat kemajuan tertentu sering diadakan upacara kecil-kecilan sebelum meningkat lebih lanjut, biasanya hanya disaksikan oleh guru mengaji, teman-teman mengaji si anak dan orang tua si anak yang ingin menyaksikan kemajuan anaknya. Menurut kebiasaan, setiap anak yang belajar mengaji dan berhasil menamatkan bacaannya 30 juz, maka diadakan upacara betamat Qur’an (khatamul Qur’an). Biasanya dirayakan dengan meriah dan dilaksanakan bersama-sana dengan teman mengaji. Didalam pagar dan kampung melayu anak-anak betamat pada umur sekitar 9 tahun sampai 12 tahun. Tetapi meskipun sudah pernah upacara betamat Qur’an, namun ketika ia kawin biasanya dilakukan pula upacara betamat Qur’an yang merupakan sisipan dalam upacara perkawinan. Upacara betamat al-Qur’an anak-anak biasanya didahului dengan arak-arakkan yang diikuti oleh mereka yang betamat. Ketika turun dibacakan shalawat dan dihamburkan beras kuning. Biasanya upacara betamat ini dilakukan pada bulan rabi’ul awal. Mereka yang betamat duduk menghadap kitab suci Al-Qur’an masing-masing. Al-Qur’an tersebut ditaruh diatas rehal atau bantal dan didepan mereka ditaruh pula balai-balai berisi kue-kue tradisional yang mereka bawa sendiri. Ada juga nasi ketan satu gantang atau lebih yang dibentuk dengan cara tertentu. Di Martapura, nasi ketan dibentuk sehingga berwujud seperti gunung dan diberi hiasan inti dan telur rebus bisa juga ditambah dengan aneka warna bendera atau kambang sarai.
Peralatan yang digunakan dalam upacara ini adalah payung kembang bertingkat tiga yang dirangkai dengan bunga-bunga seperti bunga kenanga, cempaka, melati, mawar dan bunga kaca piring. Payung kembang tersebut dihiasi pula dengan kertas-kertas berwarna. Payung ini dipegang oleh seseorang yang khusus ditugasi untuk memayungi mereka yang betamat. Siapa yang kena giliran membaca, payung harus berada diatas kepalanya.  Peralalatan upacara yang digunakan selain payung kembang, rehal, juga talam untuk menaruh kendi berisi air dan gelas.
Senantiasa dalam upacara ini ada seseorang tertentu yang bertugas mendengarkan bacaan dengan khidmat dan membetulkannya jika terdapat kesalahan (menjagai atau menyimak), biasanya dimintakan kepada guru mengaji si anak untuk memulai acara dengan membacakan surah al-Fatihah oleh semua hadirin, lalu anak-anak itu bergantian disuruh membaca dari surah ad-Dhuha sampai surah al-Lahab, yang selalu diiringi koor oleh hadirin setiap kali seorang anak menyelesaikan gilirannya.Suatu hal yang unik dalam trdisi betamat al-Qur’an ini adalah apabila bacaan al-Qur’an itu sampai pada surah al-Fiil, maka telur rebus yang ditaruh dalam balai-balai diperebutkan oleh hadirin. Bagi yang berhasil mendapatkannya dan memakan telur rebus itu sampai habis, berarti ia cekatan dalam menuntut ilmu agama dan orang tersebut sangat mudah mencerna pelajaran agama yang diberikan kepadanya. Setelah selesai membacakan semua surah, guru mengaji atau seorang ulama kemudian memimpin membaca do’a khatamul Qur’an. Sementara do’a dibacakan, gunungan nasi ketan dibawa keruang belakang untuk diiris-iris guna disajikan kepada hadirin. Sementara hidangan diedarkan, lapik dan payung kambang disingkirkan, adakalanya payung kambang tersebut disimpan saja disudut rumah atau jika ada hajat besoknya dibawa kesebuah kuburan keramat dan ditinggalkan disana.
masyarakat banjar masih sangat kental memegang tradisi bahari. Suatu kebiasaan yang kalau ditinggalkan akan menimbulkan perasaan ‘ada yang kurang’ didalam hati (ada kekurang sempurnaan). masyarakat banjar akan berusaha melaksanakan tradisi-tradisi bahari tersebut agar tradisi-tradisi tersebut tidak punah sepenuhnya dan dapat kita lestarikan untuk anak cucu kita dengan sedikit merubah cara pelaksanaannya agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Karena kebudayaan-kebudayaan tersebut sudah ada sebelum islam masuk kekalimantan. Setelah Islam masuk ke Banjarmasin, tradisi-tradisi dahulu tidak langsung dibuang oleh Islam, tetapi dengan sedikit melakukan perubahan didalam pelaksanaan upacara atau tradisi tersebut.

Sumber: http://arisandi.com/?p=203#_ftn2

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45

Posting Komentar